ESOK KU MATI

ESOK KU MATI

Dalam perihku aku hanya bisa melihat betapa sakit ia rasa. Terdiam ku tanpa kata kata, hanya tangis aku lakukan. Mulai hening setelah beberapa menit lalu ku dengar beberapa kata yang menyakiti hati.

“rin…..” panggilan yang membuatku terbangun
“ya” jawabku
“apa esok aku bisa melihatnya?”

Aku tidak bisa menjanjikan hal itu dengan menjawab “ya” aku hanya bisa memandanginya, tapi aneh… dia tersenyum tak terlihat sedikitpun rasa yang dia tunjukan, terlihat hambar. “Tidak seperti biasa” kataku dalam hati. Iya tidak seperti biasa membuatku merasa takut. Aku takut…takut memikirkan apa yang dia pikirkan.

Saat ku alihkan pandangan, ku lihat taman dengan rimbun pepohonan hijau. Saat itu aku teringat masa aku bersamanya, hal menyenangkan dan menyedihkan. Hanya ada aku dan dia di tengah hijaunya rumput liar taman itu.

Hari dimana tidak akan pernah terjadi lagi, hari yang hanya ada di masa lalu dan tak mungkin dapat kembali. Sekarang hanya kamar bercat putih dengan segala pernik putih selalu kulihat. Terasa bosan menyengatku tiap hari. Bosan karena hanya bisa duduk disamping jendela tak pernah bisa berlari menikmati segarnya udara pagi dan panasnya udara di siang hari. Aku hanya bisa merasa dingin di malam hari. Semua itulah hal yang aku piker dirasa diqka.

Tapi tidak apa bagiku, selama ruang putih ini masih berisi dia yang berwajah sayu ditengah senyumnya. Saat ruang ini membatasi kesejukan embun pagi, senyumnyalah pengganti pagi. Saat atap ini menutupi panasnya matahari hanya emosinyalah buatku merasa lega. Ternyata tak sedingin sebelumnya. Masih ada emosi diwajahnya. Tak banyak tapi buat aku sedikit lega.

Matahari senja mulai mewarnai putih ruang ini dengan warna papaya, , , aku takut …. Sangat takut. Takut kalau ini senja terakhir.

Aku coba beranikan diri melihat raut wajahnya, tanpa aku sadari butiran air mata membanjiri wajah sayu itu. Kataku tak bisa keluar, hanya bisa menatap mata itu dan mengikuti alur iar mata itu jatuh. Tanpa kata, tanpa sentuhan, hanya air mata mengantarkan kepergiannya.


Senyum terakhir ditengah tangisannya membuat tangisku terhenti, semua seolah terhenti hanya kelopak mata itulah yang terlihat melaju turun perlahan menutup mata yang terbuka. Dalam sekejap dunia ini pun hilang dari pandanganku, sampai pagi menyambut dan semuanya terasa mati tak bergerak.

“ayah apakah tidak apa dibiarkan seperti ini?” suara terkhir yang terasa hidup dalam pendengaranku. Esokku telah mati saat kemarin engkau tak ada