Tangisan di Hari yang Fitri

Tangisan di Hari yang Fitri

Ditengah kebahagian umat muslim karena telah mencapai kemenangan setelah melewati pusa selama sebulan penuh. Aku hanya bisa mengelurkan semua rasa sakit aku yang aku pendam selama ini. Aku piker aku bisa walau hanya sendiri, menanggungnya tanpa melibatkan orang lain. Tapi ternyata aku hanyalah manusia biasa, yang butuh orang lain.

Akuu bahagia menyambut hari idhul fitri ini sama seperti yang lainnya, tapi kebahaiaan itu hanya sesaat. Tak lama setelah aku melihat diriku di cermin. Inikah aku? Tanyaku dalam hati.

Tak terasa air mata inipun jatuh, aku bukan menangisi diriku yang buruk rupa karena itu sudah biasa. Hehe… Aku menangisi penyakitku. penyakit ini memang tak terasa sakit seperti orang yang sedang sakit. Tapi terasa sakit saat bercermin. Aneh ya? Tapi inilah kenyataannya penyakitku menggerogoti tulang bahu sampai ke. . . mungkin sebaiknya tak perlu aku ceritakan.

Aku tahu bagi orang lain penyakit ini tak begitu parah seperti kanker atau lainnya, tapi penyakit ini menggangu penampilanku. Tak peduli berapa orang mendengar keluh kesahku tak satupun orang memberikan aku pikiran positif. Semua orang sama hanya menyangkal apa yang aku rasa. Hanya bilang tidak apa-apa, bukan masalah besar, yang penting sehat. Apa ini bisa dibilang sehat? Aku jelas-jelas sakit, bahkan sulit untukku bisa sembuh, tapi kenapa semua orang hanya menyepelekan penyakitku.
Termasuk orang tuaku,,

Pendapat orangtuaku yang seperti ini yang membuat aku semakin sakit, sampai tak tahan rasanya menahan bendungan air mata. Aku hanya bisa menangis di hari yang fitri. Tanpa ada satu orangpun yang mengerti alas an untuk tangisan ini.